ARTICLE IN DETAILS

BERITA | Public
Pembaharuan: (3 tahun yang lalu) | dibaca: 576 kali

fotokonten_20220526swaberas2.jpg

KAPAN SWASEMBADA BERAS LAGI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Apakah betul yang nama nya Swasembada Pangan bagi bangsa kita identik dengan mimpi di siang bolong ? Jangankan meraih swasembada pangan, sekedar untuk mengulang kisah sukses swasembada beras saja, kelihatan nya masih menjadi sebuah tanda tanya besar. Keperkasaan sektor pertanian dalam menjawab masa pandemi Covid 19, tidak menjadi jaminan, bangsa ini bakal mampu kejayaan di masa lalu.


Dalam beberapa tahun terakhir ini kondisi perberasan di negara kita benar-benar cukup merisaukan. Data Badan Pusat Statistik menyatakan dalam 3 tahun belakangan, surplus beras secara nasional mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tahun 2019, surplus beras mencapai angka 2,3 juta ton. Lalu tahun 2020 menurun menjadi 2,1 juta ton. Dan tahun 2021, surplus beras kita tinggal 1,3 juta ton. Lalu, bagaimana dengan tahun ini dan tahun-tahun berikut nya ? Kita tentu dapat mengantisipasi, bagaimana gambaran produksi padi di kondisi pandemi Covid 19 belum selesai.


Belum lagi ada nya cuaca ekstrim yang sangat tidak bersahabat dengan para petani padi di lapangan. Bagaimana jadi nya bila saat panen raya disertai dengan musim hujan ? Bagaimana para petani akan mampu menciptakan kadar air gabah sebesar 14 %, jika tidak ada sinar matahari ? Sedangkan kita tahu, di tingkat petani, teknologi pengeringan hasil panen relatif masih terbatas jumlah nya. Ujung-ujung nya, para petani hanya termenung lesu sambil meratapi nasib yang menyertai nya. Harapan meraih untung di saat panen, berakhir dengan kenestapaan, mengingat alam tidak berpihak dalam kehidupan nya. Itulah gambaran potret petani padi. Mereka masih belum mampu merubah nasib dan kehidupan nya. Panen di musim hujan membuat mereka tetap terjebak dalam suasana hidup miskin yang berkepanjangan.


Di ukur oleh Nilai Tukar Petani (NTP), petani padi saat ini relatif memiliki indeks yang lebih rendah dibanding dengan petani horti atau petani perkebunan. Ini arti nya, tingkat kesejahteraan petani padi tidak lebih baik dibandingkan dengan kesejahteraan petani horti atau pun petani perkebunan.


Padahal, bila kita cermati data yang dirilis BPS, produksi padi kita selalu meningkat setiap tahun. Pertanyaan nya, mengapa hal ini tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan petani nya ? Petani padi, menurut Sensus Pertanian 2013 merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan petani non padi.


Sebagian besar dari mereka tergolong ke dalam petani berlahan sempit. Ada yang nama nya petani gurem dengan kepemilikan lahan rata-rata 0,25 hektar dan ada yang disebut dengan petani buruh yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki lahan pertanian. Mereka ada sekitar kita dan tetap menunggu kepan akan disejahterakan oleh Pemerintah. Ini perlu dipahami, mengingat mereka pun mempunyai hak untuk hidup sejahtera.


Di sisi lain, mereka inilah yang memikul beban besar untuk dapat meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian. Di pundak mereka terpikul beban untuk menciptakan ketersediaan pangan, khusus nya beras yang kuat. Apa yang mereka lakukan selama ini, betul-betul telah memberi berkah bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Swasembada beras 1984 itulah bukti nyata atad kiprah mereka selama ini.


Catatan kritis nya adalah apalah kisah sukses Swasembada beras tersebut akan dapat diwujudkan kembali saat ini ? Apakah para petani padi akan berjuang habis-habisan untuk meningkatkan produksi seperti di tahun 1980an. Apakah sekarang politik anggaran untuk pertanian sama dengan ketika Indonesia mampu meraih Swasembada beras 38 tahun lalu ? Apakah sarana pengairan dan irigasi berjalan dengan baik ? Dan bagaimana pula dengan revolusi benih padi yang dapat meningkatkan produktivitas lewat indeks pertanaman yang semakin tinggi ? Jawaban atas pertanyaan inilah yang bakal menentukan apakah kita akan mampu menggapai swasembada beras lagi atau tidak ? Sering dengan pertanyaan-pertanyaan diatas, rupa nya ada satu daya dorong dari para Penyuluh Pertanian dalam memacu kiprah petani guna meningkatkan produksi.


Justru yang perlu dipersoalkan adalah bagaimana kondisi Penyuluhan Pertanian setelah kelembagaan Penyuluhan di daerah diporak-porandakan dengan terbit nya UU No. 23 Tahun 2014 ? Apakah dengan diterbitkan nya Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2022 tentang Penguatan Fungsi Penyuluhan Peryanian, secara otomatis akan mampu menyembuhlan luka keluarga besar Penyuluhan Pertanian yang sampai sekarang masih dirasakan para Penyuluh Pertanian ? Inilah yang butuh penanganan serius. Mengapa ? Sebab, pengalaman menunjukkan regulasi yang diterbitkan, namun tidak diikuti oleh tindakan politik yang menopang dalam pelaksanaan nya, akhir nya tidak akan mampu mewujudkan tujuan nya.


Mewujudkan Swasembada Beras lagi, sebetul nya bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Dengan ada nya pengalaman masa lalu, kita dapat mencontoh apa-apa yang sudah kita laksanakan. Kita punya kemampuan untuk meraih nya. Tinggal sekarang bagaimana kesungguhan untuk menggapai nya. Disini, tentu sangat dibutuhkan ada nya keberpihakan Pemerintah. Segenap komponen bangsa perlu menopang nya. Jadikan semangat nya sebagai gerakan bersama.


Bukan hanya tugas dan tanggungjawab Pemerintah saja. Hasrat untuk mewujudkan lagi Swasembada beras, sebenar nya sangat memungkinkan untuk diraih. Peluang nya sangat besar. Kita memiliki sumber daya perberasan yang handal. Kita punya petani yang siap untuk bekerja. Justru yang dibutuhkan lebih jauh adalah adanya tindakan politik nyata dari Pemerintah guna mendukung kemauan politik nya. Termasuk di dalam nya soal langkah untuk menjadikan program ini sebagai sebuah gerakan bersama diantara segenap pemangku kepentingan perberasan itu sendiri.


Keseriusan Pemerintah untuk tampil sebagai "prime mover" dalam pencapaian Swasembada beras, benar-benar sangat dimintakan. Dengan kewenangan dan kekuasaan nya, Pemerintah dapat menggerakan seabreg potensi dan kapasitas seluruh komponen bangsa untuk menjadikan kegiatan ini dalam bentuk gerakan dan bukan keproyekan.


Pencapaian Swasembada beras sendiri dspat kita jadikan sebagai langkah awal perwujudan Lumbung Pangan Dunia 2045. Mulai dengan beras, seiring dengan itu, kita siapkan pula untuk komoditas bahan pangan lain nya. Fakta 3 tahun terakhir kita mampu menyetop impor beras yang selama ini digarap Perum BULOG, menunjukan kemampuan bangsa ini untuk memenuhi kebutuhan rakyat dari produksi petani di dalam negeri. Ada kesungguhan tentu kita mampu menggapai nya.


Dengan komitmen yang kuat dari Presiden Jokowi untuk menyetop impor beras, sebetul nya hal ini merupakan isyarat ke arah terwujud nya swasembada beras. Selanjut nys tinggal para Pembantu Presidenlah yang paling pas untuk dapat "meluruskan" apa-apa yang telah dikomitmenkan Presiden diatas. Pertanyaan kapan Indonesia akan Swasembada beras lagi, sebetul nya dapat kita jawab dengan kalimat kapan saja. Kita memiliki kemampuan tinggi untuk meraih nya. Kita sudah berpengalaman menggapai nya. Swasembada beras, bukanlah hal yang baru bagi bangsa kita. Yang jadi soal adalah adakah niatan untuk mewujudkan nya?


(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

end of article

Editor: demo2
Published: Thursday, 26 May 2022


0 komentar

Komentar

Recent News
General Apply

You're in the right place! Just drop us your cv. How can we help?

Validation error occured. Please enter the fields and submit it again.
Thank You ! Your email has been delivered.