ARTIKEL | Public Pembaharuan: (5 bulan yang lalu) | dibaca: 178 kali
Terlepas dari
benar atau tidaknya, di media sosial sempat beredar kabar, Perum Bulog
menghentikan penyerapan gabah petani di Solo. Berita ini betul-betul
mengagetkan. Sebab, suatu hal yang tidak mungkin Perum Bulog akan menyetop
penyerapan gabah petani. Perum Bulog punya kewajiban untuk menyerap gabah
petani sebanyak-banyaknya, sesuai dengan penugasan yang diberikan Pemerintah.
Bagi Perum
Bulog, haram hukumnya untuk menghentikan penyerapan gabah petani. Berapa pun
jumlah gabah yang dihasilkan petani dan bagaimana kualitas gabah di jual
petani, Perum Bulog berkewajiban untuk membelinya dengan harga
sekurang-kurangnya Rp. 6500,- per kilogram. Itu sebabnya, terasa cukup
memilukan jika tiba-tiba ada isu Perum Bulog menyetop penyerapan gabah petani.
Kebijakan
penyerapan gabah petani oleh Perum Bulog musim panen kali ini, memang berbeda
dengan musim panen sebelumnya. Untuk tahun ini, Pemerintah menghapus
persyaratan kadar air dan kadar hampa tertentu, yang selama ini dijadikan
syarat pembelian gabah petani. Dengan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional
No. 14/2025, syarat tersebut dicabut dan tidak berlaku lagi.
Proses penyerapan
gabah petani oleh Pemerintah, khususnya oleh Perum Bulog, agar sesuai dengan
ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp. 6500,-, menuntut
petani untuk menghasilkan gabah berkadar air maksimum 25 % dan kadar hampa
maksimal 10 %. Lebih besar dari ketentuan tersebut, praktis harganua akan lebih
tendah, sesuai dengan tabel rafaksi yang ada.
Dengan aturan
baru yang membebaskan petani dari persyaratan kadar air dan kadar hampa
tertentu, tentu saja disambut dengan riang gembira oleh para petani. Aturan baru ini pun lebih memudahkan petani
untuk menjual gabahnya sesuai HPP gabah yang ditentukan Pemerintah, dengan
tidak perlu lagi bersusah-payah mengeringkan gabah hasil panennya.
Kebijakan
penyerapan gabah tanpa syarat kadar air dan kadar hampa ini, disatu sisi
disambut gembira oleh para petani, namun di sisi lain, menambah pekerjaan bagj
Perum Bulog. Menyerap gabah dengan kualitas 'any quality', jelas akan
melahirkan masalah tambahan dalam proses penympanan di gudang-gudang Perum
Bulog. Bukan saja karena keterbatasan jumlah gudang Bulog, tapi juga akan
menambah beban biaya di lapangan.
Membeli gabah
petani 'any quality' atau disebut juga dengan gabah "apa adanya",
jelas mengandung resiko yang tidak gampang diselesaikan dalam perawatannya.
Problemnya menjadi semakin menjelinet ketika musim panen datang, bertepatan
dengan tibanya musim penghujan. Suasana "gabah basah", betul-betul
tidak bisa dihindari. Petani harus rela menghasilkan gabah basah dan Perum
Bulog pun harus ikhlas menyerapnya.
Akan tetapi,
dengan adanya ketentuan baru tentang penyerapan gabah ini, para petani tidak
merasa was-was akan terjadi anjloknya harga gabah saat panen raya datang.
Ketetapan HPP gabah satu harga, yakni Rp. 6500,- membuat para oknum yang selama
ini sangat doyan menekan harga ketika panen raya, kini menjadi "tak
berkutik" melawan kebijakan baru yang ditetapkan Pemerintah.
Banyak pihak
menilai kebijakan Pemerintah yang spiritnya membebaskan petani dari persyaratan
kadar air dan kadar hampa tertentu, dalam menjual gabah hasil panennya,
bolehlah disebut sebagai "terobosan cerdas" dalam semangatnya
menggenjot produksi sebesar-besarnya menuju swasembada sekaligus mempercepat
terwujudnya kesejahteraan petani yang semakin membaik.
Pertanyaan
kritisnya adalah mengapa baru di era Pemerintahan Presiden Prabowo kebijakan
seperti ini diterapkan ? Apakah saat Pemerintahan SBY dan Pemerintahan Jokowi,
tidak terpikirkan untuk memperlihatkan keberpihakan nyata Pemerintah kepada
petani ? Bayangkan, jika hal ini sudah diterapkan sejak 20 tahun lalu. Pasti
akan lebih banyak lagi petani yang dapat terbebas dari kemiskinan.
Spirit
mensejahterakan petani, sebetulnya telah mengumandang sejak lama. Petani di
negeri ini, wajib hukumnya untuk dapat hidup makmur. Petani memiliki hak untuk
hidup sejahtera. Itu sebabnya, siapa pun Pemerintah yang diberi mandat untuk
memimpin bangsa dan negara, berkewajiban untuk dalam tempo yang sesegera
mungkin, mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan petani.
Langkah
mensejahterakan petani, setidaknya akan ditentukan oleh produksi yang meningkat
sekaligus dijamin oleh harga yang menguntungkan. Produksi yang meningkat, tapi
tidak dibarengi dengan harga yang menguntungkan petani, jelas tidak akan mampu
mendongkrak kesejahteraan petani. Jaminan harga yang menguntungkan bagi petani
menjadi kata kunci terwujudnya kesejahteraan petani.
Penetapan HPP
gabah sebesar Rp. 6500,- tentu bukan berdasarkan wangsit. Tapi Pemerintah telah
melakukan diskusi panjang untuk menetapkannya. Begitu pun dengan diputuskannya
kebijakan satu harga gabah di tingkat petani. Semua ini dimaksudkan agar
semangat pencapaian swasembada pangan yang mensejahterakan petani, betul-betul
dapat diwujudkan.
Itu sebabnya,
kalau saja kini terdengar ada isu Perum Bulog menyetop penyerapan gabah, maka
tudingan itu perlu segera dijawab. Bahkan perlu untuk ditelusuri lebih lanjut,
mengapa sampai mencuat isu yang tidak kondusif tersebut. Hal ini penting
dipahami, karena penyerapan gabah saat ini merupakan langkah nyata untuk
mengokohkan cadangan beras Pemerintah.
Semoga jadi
perenungan kita bersama. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).
Editor: admin111 Published: Thursday, 17 April 2025
You're in the right place! Just drop us your cv. How can we help?