ARTICLE IN DETAILS

ARTIKEL | Public
Pembaharuan: (5 bulan yang lalu) | dibaca: 178 kali

fotokonten_20250417IMG-20241017-WA0099.jpg

JANGAN SAMPAI BERHENTI MENYERAP GABAH PETANI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Terlepas dari benar atau tidaknya, di media sosial sempat beredar kabar, Perum Bulog menghentikan penyerapan gabah petani di Solo. Berita ini betul-betul mengagetkan. Sebab, suatu hal yang tidak mungkin Perum Bulog akan menyetop penyerapan gabah petani. Perum Bulog punya kewajiban untuk menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya, sesuai dengan penugasan yang diberikan Pemerintah.

Bagi Perum Bulog, haram hukumnya untuk menghentikan penyerapan gabah petani. Berapa pun jumlah gabah yang dihasilkan petani dan bagaimana kualitas gabah di jual petani, Perum Bulog berkewajiban untuk membelinya dengan harga sekurang-kurangnya Rp. 6500,- per kilogram. Itu sebabnya, terasa cukup memilukan jika tiba-tiba ada isu Perum Bulog menyetop penyerapan gabah petani.

Kebijakan penyerapan gabah petani oleh Perum Bulog musim panen kali ini, memang berbeda dengan musim panen sebelumnya. Untuk tahun ini, Pemerintah menghapus persyaratan kadar air dan kadar hampa tertentu, yang selama ini dijadikan syarat pembelian gabah petani. Dengan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional No. 14/2025, syarat tersebut dicabut dan tidak berlaku lagi.

Proses penyerapan gabah petani oleh Pemerintah, khususnya oleh Perum Bulog, agar sesuai dengan ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp. 6500,-, menuntut petani untuk menghasilkan gabah berkadar air maksimum 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %. Lebih besar dari ketentuan tersebut, praktis harganua akan lebih tendah, sesuai dengan tabel rafaksi yang ada.

Dengan aturan baru yang membebaskan petani dari persyaratan kadar air dan kadar hampa tertentu, tentu saja disambut dengan riang gembira oleh para petani.  Aturan baru ini pun lebih memudahkan petani untuk menjual gabahnya sesuai HPP gabah yang ditentukan Pemerintah, dengan tidak perlu lagi bersusah-payah mengeringkan gabah hasil panennya.

Kebijakan penyerapan gabah tanpa syarat kadar air dan kadar hampa ini, disatu sisi disambut gembira oleh para petani, namun di sisi lain, menambah pekerjaan bagj Perum Bulog. Menyerap gabah dengan kualitas 'any quality', jelas akan melahirkan masalah tambahan dalam proses penympanan di gudang-gudang Perum Bulog. Bukan saja karena keterbatasan jumlah gudang Bulog, tapi juga akan menambah beban biaya di lapangan.

Membeli gabah petani 'any quality' atau disebut juga dengan gabah "apa adanya", jelas mengandung resiko yang tidak gampang diselesaikan dalam perawatannya. Problemnya menjadi semakin menjelinet ketika musim panen datang, bertepatan dengan tibanya musim penghujan. Suasana "gabah basah", betul-betul tidak bisa dihindari. Petani harus rela menghasilkan gabah basah dan Perum Bulog pun harus ikhlas menyerapnya.

Akan tetapi, dengan adanya ketentuan baru tentang penyerapan gabah ini, para petani tidak merasa was-was akan terjadi anjloknya harga gabah saat panen raya datang. Ketetapan HPP gabah satu harga, yakni Rp. 6500,- membuat para oknum yang selama ini sangat doyan menekan harga ketika panen raya, kini menjadi "tak berkutik" melawan kebijakan baru yang ditetapkan Pemerintah.

Banyak pihak menilai kebijakan Pemerintah yang spiritnya membebaskan petani dari persyaratan kadar air dan kadar hampa tertentu, dalam menjual gabah hasil panennya, bolehlah disebut sebagai "terobosan cerdas" dalam semangatnya menggenjot produksi sebesar-besarnya menuju swasembada sekaligus mempercepat terwujudnya kesejahteraan petani yang semakin membaik.

Pertanyaan kritisnya adalah mengapa baru di era Pemerintahan Presiden Prabowo kebijakan seperti ini diterapkan ? Apakah saat Pemerintahan SBY dan Pemerintahan Jokowi, tidak terpikirkan untuk memperlihatkan keberpihakan nyata Pemerintah kepada petani ? Bayangkan, jika hal ini sudah diterapkan sejak 20 tahun lalu. Pasti akan lebih banyak lagi petani yang dapat terbebas dari kemiskinan.

Spirit mensejahterakan petani, sebetulnya telah mengumandang sejak lama. Petani di negeri ini, wajib hukumnya untuk dapat hidup makmur. Petani memiliki hak untuk hidup sejahtera. Itu sebabnya, siapa pun Pemerintah yang diberi mandat untuk memimpin bangsa dan negara, berkewajiban untuk dalam tempo yang sesegera mungkin, mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan petani.

Langkah mensejahterakan petani, setidaknya akan ditentukan oleh produksi yang meningkat sekaligus dijamin oleh harga yang menguntungkan. Produksi yang meningkat, tapi tidak dibarengi dengan harga yang menguntungkan petani, jelas tidak akan mampu mendongkrak kesejahteraan petani. Jaminan harga yang menguntungkan bagi petani menjadi kata kunci terwujudnya kesejahteraan petani.

Penetapan HPP gabah sebesar Rp. 6500,- tentu bukan berdasarkan wangsit. Tapi Pemerintah telah melakukan diskusi panjang untuk menetapkannya. Begitu pun dengan diputuskannya kebijakan satu harga gabah di tingkat petani. Semua ini dimaksudkan agar semangat pencapaian swasembada pangan yang mensejahterakan petani, betul-betul dapat diwujudkan.

Itu sebabnya, kalau saja kini terdengar ada isu Perum Bulog menyetop penyerapan gabah, maka tudingan itu perlu segera dijawab. Bahkan perlu untuk ditelusuri lebih lanjut, mengapa sampai mencuat isu yang tidak kondusif tersebut. Hal ini penting dipahami, karena penyerapan gabah saat ini merupakan langkah nyata untuk mengokohkan cadangan beras Pemerintah.

 

Semoga jadi perenungan kita bersama. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

end of article

Editor: admin111
Published: Thursday, 17 April 2025


0 komentar

Komentar

Recent News
General Apply

You're in the right place! Just drop us your cv. How can we help?

Validation error occured. Please enter the fields and submit it again.
Thank You ! Your email has been delivered.