ARTICLE IN DETAILS

ARTIKEL | Public
Pembaharuan: (2 tahun yang lalu) | dibaca: 420 kali

fotokonten_20230117import_beras.jpg

JANGAN NODAI PANEN RAYA DENGAN IMPOR BERAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memperingatkan Perum Bulog untuk menghentikan impor beras bulan ini, karena sudah memasuki masa panen raya. Ditegaskan, puncak panen raya berlangsung bulan Maret 2023. Jadi impor enggak boleh lagi Februari. Januari terakhir melakukan impor. Bulan Maret, kita harus benar-benar menutup rapat-rapat kran impor. Kita memang butuh ketegasan. Setelah Menteri Pertanian menyatakan produksi beras bakal melimpah di saat panen raya tiba, Pemerintah dituntut untuk dapat menjaga hasil panen petani agar tidak dinodai oleh berlanjutnya impor beras. Kita ingin penghasilan petani jadi meningkat, sehingga kesejahteraannya menjadi semakin membaik. Pengalaman menunjukan, jangankan ada impor, tidak ada impor pun, di saat panen raya tiba, harga gabah dan beras di tingkat petani selalu anjlok. Pemerintah sendiri tampak seperti yang tidak berdaya menghadapi permainan pedagang, khususnya bandar dan tengkulak, yang sangat doyan menekan harga. Inilah masalah serius yang butuh penanganan lebih cerdas lagi. Panen raya padi yang seharusnya mampu memberi berkah bagi perbaikan nasib petani, kerap kali dalam kenyataannya malah melahirkan tragedi dalam kehidupan petani. Kita tidak tahu dengan pasti, mengapa hal ini selalu berulang. Harapan dan penantian petani selama 3 bulan lebih, akhirnya harus diterima dengan kepiluan yang mendalam. Apa yang digarap Kementerian Pertanian, khususnya dalam rangka peningkatan produksi, memang perlu kita berikan acungan jempol. Dalam beberapa tahun belakangan ini, produksi padi meningkat cukup signifikan. Justru yang jadi masalah berikutnya adalah bagaimana agar para petani dapat menikmati harga jual yang wajar, sehingga mampu merasakan hasil jerih payahnya itu. Produksi meningkat tapi harga jual di tingkat petani anjlok, sama saja dengan bohong. Peingkatan produksi, sebaiknya diikuti dengan tingkat harga jual yang wajar, baru akan melahirkan peningkatan kesejahteraan petani. Sampai sekarang, hal yang demikian baru sampai pada tingkat cita-cita. Kenyataannya, para petani tetap saja memperoleh harga yang kurang wajar. Akibatnya wajar, jika tingkat kesejahteraan petani, khususnya petani padi, terekam "jalan ditempat". Nilai Tukar Petani padi, tetap berada dalam kisaran 97 - 106. Dengan produksi rata-rata 8 ton per hektar, mestinya tingkat kesejahteraan petani menjadi semakin baik. Sayang, suasana petani sejahtera di negeri ini, lebih mengemuka sebagai hasrat ketimbang fakta kehidupan yang sebenarnya. Munculnya kemauan politik agar di saat panen raya berlangsung, proses impor beras dihentikan, tentu bukan kebijakan yang tanpa maksud. Pemerintah paham betul, kalau impor beras terus dilakukan, bisa jadi beras akan semakin berlimpah di masyarakat. Teori ekonomi yang paling sederhana pun akan menyimpulkan dengan kondisi seperti ini, harga yang terjadi di pasaran, otomatis akan merosot dengan sendirinya. Oleh karenaya, ultimatum Pemerintah agar Perum Bulog mulai Pebruari 2023, tidak lagi melakukan impor beras, pada intinya menunjukan wujud kecintaan Pemerintah kepada petani padi. Pemerintah tidak ingin harapan petani yang cukup tinggi terhadap pelaksanaan panen raya menjadi "hopeless" karena harga jual gabah atau beras di tingkat petani betul-betul anjlok dan tidak sesuai dengan ekspektasi petani itu sendiri. Di benak petani, panen raya adalah momentum untuk menyambung nyawa kehidupan. Itu sebabnya, petani selama 3 bulan lebih selalu menjaga dan memelihara tanaman padinya dengan baik. Petani tahu persis, varietas padi apa yang sekarang dapat berproduksi cukup tinggi, khususnya di saat iklim ekstrim melanda bangsa-bangsa di seluruh dunia. Petani juga sangat berharap agar di saat musim tanam tiba, Pemerintah betul-betul menjaga pupuk bersubsidi untuk dapat dimanfaatkan petani sesuai kebutuhan. Itu sebabnya, wajar jika dalam beberapa waktu belakangan ini banyak yang kecewa, karena di waktu petani memerlukan, ternyata pupuk menjadi langka, bahkan menghilang dari pasaran. Kalau pun pupuk itu ada, harganya cukup mahal. Masalah klasik yang terkesan tidak berkesudahan ini, melahirkan pertanyaan kemana sebetulnya Pemerintah ? Ada apa dengan Pemerintah seperti yang tidak memiliki kemampuan untuk mencarikan solusi pupuk bersubsidi ? Lebih parahnya lagi, kapan negara akan benar-benar hadir dalam kehidupan petani padi yang sesungguhnya ? Petani butuh perlindungan agar tidak terus-terusan terpinggirkan dari pentas pembangunan. 77 tahun Indonesia merdeka, rupanya belum mampu merubah potret petani padi berlahan sempit. Petani Gurem dan Petani Buruh, terlihat seperti yang belum berubah nasib. Dari dulu, mereka tetap terjerat suasana hidup miskin dan melarat. Beragam kebijakan yang ditelorkan Pemerintah, rasanya belum mampu memberi solusi atas akar masalah yang menyergap kehidupannya. Mereka tetap miskin dan sengsara. Kini pokok soalnya telah mulai tergambarkan. Panen Raya padi, terlihat sudah mulai berlangsung. Beberapa daerah pelaksanaan panenan langsung dihadiri Menteri Pertanian dan Pejabat Daerah. Mereka tampak bahagia karena produksi padi per hektar memperlihatkan angka yang cukup menggembirakan. Panen Raya kali ini terjadi peningkatan produksi dan produktivitas hasil pertanian. Hal ini betul-betul sebuah prestasi yang membanggakan. Pemerintah bersama petani telah mem eri sumbangan yang baik bagi Ibu Pertiwi. Tinggal sekarang, bagaimana produksi yang berlumpah ini akan dapat dijual petani dengan harga yang pantas. Pemerintah penting mengingatkan bandar dan tengkulak, agar berhenti menekan harga, namun memberi harga yang adil dan wajar. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

end of article

Editor: demo2
Published: Tuesday, 17 January 2023


0 komentar

Komentar

Recent News
General Apply

You're in the right place! Just drop us your cv. How can we help?

Validation error occured. Please enter the fields and submit it again.
Thank You ! Your email has been delivered.