ARTICLE IN DETAILS

ARTIKEL | Public
Pembaharuan: (1 bulan yang lalu) | dibaca: 37 kali

fotokonten_20250816WhatsApp-Image-2025-06-06-at-05.15.17.webp

HATI-HATI JEBAKAN SAWAH BARU PAPUA

Oleh: Entang Sastratmadja

Fusilatnews merilis bahwa Pemerintah Indonesia berencana mencetak satu juta hektar sawah di Papua, sebuah ambisi besar yang diklaim sebagai solusi ketahanan pangan nasional. Namun, di balik angka fantastis itu, muncul pertanyaan mendasar: apakah proyek ini benar-benar berpihak pada masyarakat Papua, atau justru berpotensi melahirkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang lebih dalam?


Belajar dari Pengalaman Pahit

Bangsa ini sesungguhnya sudah memiliki pengalaman yang cukup pahit soal proyek “cetak-mencetak” sawah skala raksasa. Di atas kertas terlihat menjanjikan, tetapi realisasinya kerap memukul rasa optimisme. Kita tentu masih ingat program Orde Baru yang mencanangkan pencetakan sejuta hektar sawah di lahan gambut Kalimantan Tengah.

Hasilnya? Sungguh mengecewakan. Alih-alih sejuta hektar, seribu hektar pun belum tercapai. Mencetak sawah baru ternyata tidak semudah mencetak kue pukis. Ada banyak rintangan, mulai dari persoalan teknis dan material hingga aspek sosial-budaya yang berakar kuat di masyarakat lokal. Bahkan, yang lebih berbahaya, selalu ada jebakan tak terduga yang muncul di lapangan.


Landasan Filosofis yang Mulia

Di sisi lain, kita bisa memahami bahwa landasan filosofis pencetakan satu juta hektar sawah di Papua adalah untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dan kemandirian bangsa di tengah tantangan global.

Ada empat tujuan utama yang dikedepankan pemerintah:

  1. Meningkatkan Produksi Pangan. Sawah baru diharapkan bisa menambah pasokan beras untuk kebutuhan nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.
  2. Membangun Kemandirian Pangan. Dengan memperbesar kapasitas produksi dalam negeri, kerentanan terhadap perubahan iklim global dapat ditekan.
  3. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Proyek ini digadang-gadang membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
  4. Mengembangkan Wilayah Timur Indonesia. Papua dipilih karena dinilai memiliki potensi lahan luas, subur, dan geografis yang mendukung pertanian skala besar.

Secara konseptual, proyek ini tampak mulia. Pemerintah bahkan menegaskan komitmen menjalankannya dengan prinsip keberlanjutan, melibatkan swasta, dan menggandeng masyarakat lokal.


Tantangan Nyata di Lapangan

Meski demikian, tantangan yang harus dijawab tidaklah ringan:

  1. Analisis Dampak Lingkungan. Papua adalah rumah bagi ekosistem unik. Tanpa kajian menyeluruh, proyek ini berpotensi merusak flora-fauna setempat.
  2. Pengelolaan Lahan Berkelanjutan. Kegagalan proyek masa lalu jangan terulang. Model pengelolaan harus berkelanjutan, tidak hanya teknis tetapi juga sosial-budaya.
  3. Keterlibatan Masyarakat Adat. Tanpa partisipasi masyarakat adat, proyek ini bisa memicu konflik sosial.
  4. Infrastruktur Pendukung. Jalan, dermaga, hingga fasilitas distribusi panen harus tersedia. Tanpa itu, produktivitas hanya akan berhenti di ladang.
  5. Menjaga Keseimbangan Lingkungan. Pembangunan harus menghindari eksploitasi berlebihan yang justru merusak sumber daya Papua.


Terobosan yang Diperlukan

Untuk menghindari jebakan lama, sejumlah terobosan bisa dipertimbangkan:

  1. Teknologi Pertanian Presisi untuk efisiensi lahan dan minim dampak lingkungan.
  2. Sistem Irigasi Berkelanjutan agar pemanfaatan air optimal.
  3. Varietas Tanaman Tepat Guna yang sesuai dengan kondisi tanah dan iklim Papua.
  4. Pengelolaan Lahan Berbasis Masyarakat dengan melibatkan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan.
  5. Infrastruktur Ramah Lingkungan yang menunjang distribusi hasil panen.
  6. Kemitraan Erat dengan Masyarakat Lokal agar manfaat benar-benar dirasakan rakyat Papua.


Rekomendasi Strategis

Sebagai penutup, ada beberapa prasyarat yang mutlak dipenuhi agar program ini tidak sekadar jadi proyek mercusuar:

  1. Perencanaan Matang dan Komprehensif, termasuk analisis dampak sosial-ekonomi.
  2. Keterlibatan Masyarakat Lokal, sejak tahap awal hingga pelaksanaan.
  3. Teknologi Tepat Guna, sesuai karakter tanah dan iklim Papua.
  4. Pengelolaan Lahan Berkelanjutan, dengan memperhatikan ekosistem Papua.
  5. Infrastruktur Memadai, terutama jalan dan pelabuhan distribusi.
  6. Dukungan Pemerintah Konsisten, bukan sekadar jargon politik.
  7. Kerja Sama Multi-Stakeholder, dari petani, swasta, hingga investor.
  8. Pemantauan dan Evaluasi Rutin, agar program tidak melenceng dari tujuan awal.


Penutup

Jika semua prasyarat tersebut dipenuhi, kita boleh optimistis bahwa program pencetakan sejuta hektar sawah di Papua dapat berkontribusi bagi ketahanan pangan nasional. Namun, jika hanya sekadar ambisi tanpa pijakan yang kokoh, maka sejarah kelam cetak sawah di Kalimantan Tengah berpotensi terulang.

Semoga ini menjadi percikan permenungan bersama.


(Penulis, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat)

Sumber https://fusilatnews.com/hati-hati-jebakan-sawah-baru-papua/


end of article

Editor: admin111
Published: Saturday, 16 August 2025


0 komentar

Komentar

Recent News
General Apply

You're in the right place! Just drop us your cv. How can we help?

Validation error occured. Please enter the fields and submit it again.
Thank You ! Your email has been delivered.